SELAMAT TINGGAL KAWANKU

 Warning : Cerita ini mengandung unsur-unsur kekerasan.

Hari ini ketua kelasku berulang tahun ke-15. Della namanya. Satu kelas merayakan ulang tahunnya. Della diberi surprise oleh temanku, Zaky dan teman-temannya. Sungguh meriah hari itu. Revan memberikan Della kue ulang tahun, yang kemudian dibagi menjadi 32 potong. Setiap siswa di kelasku diberikan masing-masing satu potong kue. Kecuali aku. Aku siswa ke-33. Mereka tidak memberikanku apapun, permohonan maaf pun tidak. Tapi itu wajar, karena aku memang selalu dilupakan. Tanpa terkecuali. Beginilah makananku setiap hari, harus siap tidak diperdulikan oleh siapapun. Bahkan saat foto kelas berssama wali kelas, aku disuruh menjadi kameramen dan tidak masuk frame sama sekali. 

Besoknya, giliran aku yang berulang tahun. Aku sudah tak berharap ulang tahunku akan diingat. Diriku saja dilupakan. Tapi ku tetap menunggu. Tak ada salahnya berharap kan? Tapi di hari bahagiaku, hal sial malah menimpaku. Saat ku sedang duduk di bangkuku, kipas angin di atasku tiba-tiba jatuh. Untungnya tidak mengenai kepalaku, tapi kena tanganku. Bukannya ditolong, teman kelasku malah memaki-makiku. Ku dituduh sengaja menjatuhkan kipas angin, sengaja merusak inventaris kelas lah, bla bla bla. Aku sudah muak dengan semuanya! Orang lagi kesakitan bukannya ditolong malah dimarahi. Bagaimana tidak kesal?

"Aku muak! Ku ingin mengakhiri semuanya!"

Setelah pulang sekolah, ku membeli tali tambang yang kuat. Ku tunggu hingga malam. Sebelum ku melakukannya, ku menulis surat terakhirku. Ucapan selamat tinggalku. Ku taruh di atas tempat tidurku, berharap ada yang membacanya. Setelah itu, ku mulai mengikat tali di atas plafon kamar, kemudian ku ikat di leherku sekencang mungkin. Selamat tinggal kawanku. Kalian pasti tak akan peduli kalau aku mati.

***

Di sore hari, grup kelas khusus siswa tiba-tiba ramai.

Della : Eh, kalian sadar nggak sih? Hari ini kan ulang tahunnya Dirgha.

Revan : Lah iya ta?

Zaky : Iya bro. Tadi kan gue udah ngelaksanain rencana surprisenya.

Revan : Oh iya, yang tadi lu marahin karena kipas angin ta?

Della : Eh tapi tadi parah banget sumpah. Harusnya mah kita tolong, Zak.

Zaky : Santai, itukan bagian dari rencana. Nanti malem, kita bawa hadiah sama kue ulang tahun buat si Dirgha. Pasti seru banget dah.

Fahmi : Eh iya, sebagai permohonan maaf kita selama ini.

Zaky : Eh, maaf apaan?

Fahmi : Yah kita selama ini udah ngelupain si Dirgha. Lu Van, kan lu kaga ngasih kue ultahnya Della ke dia.

Revan : Eh sumpah, itu karena kurang...

Della : Udah ah, yang penting jangan lupa rencananya. Takutnya Dirgha malah makin kecewa sama kita.

Zaky : Btw, siapa yang mau ikut gua ke rumah Dirgha?

Della : Aku!

Fahmi : Kaga ah, gue mager.

Revan : Gua deh.

Zaky : Oke, Della ama Revan ya. Nanti malem kumpul dulu di rumah gue. Abis maghrib lah.

Della : Sip.

Revan : Oke.

Sudah jam 6 malam. Della dan Revan sudah berkumpul di rumah Zaky. 

"Jadi nanti lu, Van, bawa confettinya. Nanti saat Dirgha keluar dari rumahnya, lu langsung aja tembakin ke Dirgha. Della, lu yang bawa kuenya ya. Gua yang bawa hadiahnya." perintah Zaky.

"Oke, confetti sudah siap!" jawab Revan.

"Kue juga sudah siap. Ada foto teman kelas kita, tentunya sudah ku masukkan foto Dirgha." jawab Della.

"Oh iya, foto kelas. Soalnya waktu itu pas kita foto, si Dirgha terpaksa gua jadiin kameramen soalnya yang lain udah pada masuk." ujar Zaky.

"Nah iya, makanya ku edit dulu fotonya biar si Dirgha masuk ke foto. Keren kan ideku?" balas Della.

"Iya, Della. Sekarang ayo buruan kita ke rumahnya Dirgha." perintah Zaky lagi.

Mereka pun berangkat menuju rumah Dirgha. Zaky tak lupa membawa kamera untuk menangkap momen ini. Sesampainya di sana, Zaky membuka pintu. Revan bersiap untuk membuka confetti. Tak ada jawaban. Zaky kembali mengetuk pintu. Tak ada jawaban lagi. 

"Eh, Dirgha kemana? Sendalnya ada. Kok dari tadi enggak ada suara?" Zaky mulai panik.

"Tahu, tak mungkin dia udah tidur jam segini. Coba kita lihat kamarnya, Zak!" ujar Della.

Zaky bergegas menuju jendela kamar Dirgha. Pemandangan yang ia lihat pertama kali? Dirgha gantung diri.

"Eh, Della, Revan, buka jendelanya!" teriak Zaky kepanikan. Mereka yang melihat pemandangan itu tercengang. Mereka tiba-tiba menjadi sangat panik. 

Zaky buru-buru memecahkan jendela Dirgha sambil berkata, "Dirgha, maafkan gue. Lu jangan mati dulu, gue belum minta maaf...." Matanya mulai meneteskan air mata. Namun itu tak bisa menghentikannya. Setelah jendela tersebut pecah, mereka langsung masuk ke kamarnya.

"Revan, ambilin pisau dong! Kita tak punya banyak waktu lagi." suruh Zaky. Revan buru-buru mencari pisau di rumah Dirgha. 

"Ini, Zaky! Hati-hati, jangan sampai kena Dirgha!" ujar Revan sambil menyerahkan pisau kepada Zaky. Zaky melihat Dirgha masih bernapas lemah, namun tak sadarkan diri. Masih ada harapan. Zaky mencoba untuk memotong tali tambang. Della menyiapkan bantal sebagai tempat Dirgha mendarat. Setelah tali tersebut berhasil putus, Dirgha ditaruh di atas tumpukan bantal.

"Dirgha, bangunlah.... Gua minta maaf atas kelakuan gua selama ini... sering ngelupain lu... kemarin aja lu nggak dikasih kue... Dirgha... bangunlah... jalan hidupmu masih panjang... jangan meninggal dulu...." ucap Zaky lirih sambil menahan tangis.

"Dirgha, sadarlah... aku juga minta maaf, aku enggak bermaksud untuk ngelupainmu...." ujar Della dengan tangisnya yang tak tertahankan lagi. Begitu pula dengan Revan. Ia sangat merasa bersalah karena tak memberikan potongan kue ulang tahun Della kemarin. Tiba-tiba, Della melihat secarik kertas di atas tempat tidurnya. 

Untuk orang yang membaca surat ini,

Kalau kalian membaca surat ini, mungkin aku sudah tiada. Maaf, aku sudah tak kuat hidup di dunia ini. Masalah demi masalah terus mendatangiku. Teman-temanku yang selalu tak mempedulikanku, tetangga yang selalu mengacaukan halaman rumahku, orang tuaku yang selalu bertengkar dan memukulku, aku sudah tak kuat lagi.

Untuk teman kelasku, aku takkan lupa saat kalian seolah-olah mengusirku dari kelasku sendiri. Saat ku dipaksa menjadi kameramen foto kelas kalian, sehingga fotoku tak ada di foto kelasku sendiri. Saat ku tak diberi potongan kue ulang tahun Della satupun. Bahkan saat ku kejatuhan kipas angin, kalian malah memaki-makiku. Dan masih banyak lagi kejadian-kejadian yang takkan bisa ku lupakan.

Untuk tetanggaku, aku takkan lupa saat kalian menjarah berbagai tanaman mahal milik orang tuaku saat kerja bakti. Membuatku dihukum dan disakiti habis-habisan oleh orang tuaku yang bahkan sama sekali bukan kesalahanku. 

Khusus untuk orang tuaku, aku sama sekali tak berharap aku dilahirkan. Mengapa kalian berdua selalu bertengkar atas masalah kecil saja? Dan selalu aku korbannya. Tak terhitung lagi berapa kali ku dipukul, dicubit, ditendang, dilempar, bahkan disayat pakai pisau. Padahal ku tak salah apa-apa. Sekarang, kalian malah pergi entah kemana dan meninggalkanku seolah-olah aku sampah.

Maaf, aku sudah tak kuat dengan segala masalah ini. Mungkin dengan aku bunuh diri, kalian jadi sangat bahagia. Tak ada lagi beban hidup seperti diriku. Selamat tinggal kawanku, selamat tinggal keluargaku, selamat tinggal semuanya. Ini akan menjadi ulang tahunku yang terakhir.

Salam, Dirgha.

Setelah membaca surat tersebut, Della langsung berteriak histeris, mengagetkan Zaky dan Revan. Mereka tak tahu seberapa kejam hidup Dirgha selama ini. Akibat teriakan Della, tiba-tiba... Dirgha membuka matanya.

"A...aku sudah mati atau belum?" ucap Dirgha perlahan.

"Dirgha! Akhirnya kamu sadar juga!" teriak Zaky bahagia. 

"Za...zaky? Revan? De...della? Kalian ngapain di sini?"

"Dirgha! Kita pengen nyelamatin kamu.... Ta...tadi...." ucap Revan terbata-bata.

"Jadi, aku masih hidup? Kenapa kalian malah menyelamatkan aku? Bukannya kalian membenciku?"

"Enggak, Dirgha.... Ini semua hanya salah paham...." balas Della. Kemudian Della menjelaskan hal yang terjadi sebenarnya. Mulai dari foto kelas, kue Della, kipas angin, dan masalah-masalah lainnya.

"Dirgha, kita udah nyiapin surprise untuk ulang tahunmu padahal. Gua udah siapin kue ulang tahun untuk lu, sama hadiah. Makanya, gua syok banget pas ngelihat lu tadi...." ujar Zaky.

"Coba lihat kuenya, Gha. Ada foto kelas kita, sama Della diedit jadi ada foto kamu. Lihat, kan?" kata Revan sambil menunjukkan kuenya.

"Jadi, selama ini cuma salah paham? Aku jadi gaenak banget sama kalian. Aku sepertinya terlalu berlebihan karena melakukan percobaan bunuh diri. Padahal masalahku tak seberat anak-anak di luar sana. Aku menyesal sekarang, untung kalian, yang ku tak sangka sama sekali, menyelamatkanku. Kalau tak ada kalian...." ujar Dirgha sambil menahan tangisnya.

"Sudah, Dirgha. Tak usah dipikirkan lagi. Kamu butuh istirahat. Badanmu sakit kan? Sini ku temani malam ini." tawar Della.

"Tak usah repot-repot, Della. Aku hanya capek, orang tuaku sekarang juga meninggalkanku. Tak ada kabar sama sekali. Giliran ada di rumah, mereka malah menganiayaku saja." balas Dirgha.

"Dirgha, seberat apapun masalahmu, please, jangan melakukan percobaan bunuh diri lagi.... Gua panik banget tadi, untung lu masih selamat." jawab Zaky penuh rasa khawatir.

"Iya, Zaky. Insya Allah. Tapi, badanku sakit banget sekarang...." ujar Dirgha.

"Kayaknya, Dirgha harus kita bawa ke rumah sakit. Zaky, ayo!" suruh Della.

Mereka pun membawa Dirgha ke rumah sakit Ia harus dirawat beberapa hari. Untungnya tak ada cedera yang serius. Setelah beberapa hari, Dirgha boleh pulang.

Sekarang, Dirgha menginap di rumah Zaky untuk sementara waktu. Karena orang tuanya tak kunjung kembali, dan Dirgha membutuhkan Emotional Support. Ia meminta kepada Zaky supaya perbuatannya dirahasiakan saja, supaya tak ada orang lain yang khawatir.

Hari ini, akhirnya Dirgha kembali masuk sekolah, bersama Zaky. Saat mereka masuk ke kelas, tiba-tiba Revan membuka confetti. Perayaan ulang tahun Dirgha pun tiba!

Kue tiga tingkat khusus untuk Dirgha diperlihatkan. Dengan foto kelas yang lengkap, dan hiasan yang meriah. 

"Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga!" Satu kelas menyanyikan lagu ulang tahun kepada Dirgha. Belum pernah rasanya Dirgha diperhatikan seperti ini. 

"Te-te-terimakasih semuanya.... A-aku...." ujar Dirgha terbata-bata saking girangnya.

"Coba dong, Dirgha. Buka kadonya. Spesial tahu untukmu." tawar Della sambil memberikan hadiahnya. Dirgha lalu membuka kadonya.

"Lah, mana? Kok kotaknya kosong?" kata Dirgha kebingungan.

"Gha, hadiah sebenarnya ada di belakangmu! Coba berbalik." jawab Fahmi. Dirgha pun berbalik. Ternyata, di belakangnya, terdapat sosok yang telah melahirkan dan merawatnya di waktu kecil.

"Ibu? Ayah!" Dirgha langsung memeluk kedua orang tuanya. Sudah lama mereka tak berpelukan. Orang tuanya sangat kangen dengan Dirgha, begitu pula sebaliknya. Ibu dan ayahnya meminta maaf kepada Dirgha dan janji takkan bertengkar lagi. Mereka akan berubah, dan akan menyayangi Dirgha sepenuh hati. Dan dengan demikian, kisah Dirgha berakhir bahagia.

TAMAT

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer