KOTA BERNANDES PART 3
"Bima, sini! Ayo masuk ke mobil!"
Bima mendengar teriakan itu. Suaranya sangat familiar. Itu suara kakaknya! Bima sudah hampir tak berdaya, namun ia terus berusaha untuk sampai ke kakaknya.
"Kakak!" teriak Bima.
"Bima!" teriak kakaknya, "Ayo sini buruan masuk! Kamu dikejar sama om-om!"
Bima masuk ke mobil, lalu kakaknya langsung tancap gas. Terlihat dari jendela, bapak yang mengejar Bima sangatlah kesal.
"Kamu enggak kenapa-kenapa, Bima?"
"Tolong kak, tanganku dari tadi darahnya keluar terus..." jawab Bima lemas.
"HAH? Kamu kenapa, Bim?" ujar kakak khawatir.
"Tadi aku kabur dari rumah bapak yang jahat tadi. Bapak itu nyulik aku kemarin karena ingin mengambil kekuatan dariku, kak. Jadi aku manjat pagar aja, walaupun tajam banget pagarnya."
"Ayo kita segera ke dokter!"
Kakaknya segera bergegas menuju rumah sakit terdekat. Untung mereka datang tepat waktu. Bima masih selamat. Namun, Bima harus dirawat sekitar 3 hari.
Singkat cerita, akhirnya Bima sudah diperbolehkan untuk pulang. Kakaknya lega karena Bima masih selamat. Mereka pun segera pulang kembali ke kota Bernandes.
Beberapa detik kemudian saat mereka memasuki kota Bernandes, seluruh warga kembali mendapatkan kekuatannya kembali!
"Bima telah kembali!"
"Terimakasih Bima!"
"Hidup Bima!"
Seluruh warga bersorak gembira. Bima baru sadar betapa pentingnya ia di kota Bernandes walaupun hanya ia yang tak punya kekuatan. Bima tak sabar bagaimana ia diperlakukan ayahnya sekarang.
Mereka pun sampai ke rumah. Ayahnya ternyata sudah menunggu di depan pintu.
"Bima!" sorak ayah gembira.
"Ayah!"
Mereka pun saling berpelukan.
"Maafkan ayah nak..."
"Maafkan Bima juga ya, yah."
Setelah itu, mereka langsung makan siang bersama dengan lauk yang sangat lezat.
Bagaimana perlakuan ayahnya sekarang terhadap Bima?
Memang sekarang ayahnya tidak memperlakukan Bima sebagai pembantu lagi, tapi...
"Ayah, aku sekolah dulu ya." pamit Bima.
"Eh jangan, nak! Mulai sekarang kamu sekolah di rumah saja. Sekarang ayah panggil dulu ya guru untuk mengajarimu."
"Yah, kenapa begitu, yah?"
"Ayah enggak mau kamu kenapa-napa, nak. Ayah tahu selama kamu sekolah, kamu terus-terusan di-bully kan?"
"Iya sih, yah."
"Sebentar lagi gurumu mau datang. Ayo siap-siap, Bima! Pakai seragamnya."
"Lho, homeschooling juga perlu pakai seragam, ya?"
"Iya dong. Pakai aja seragam putih biru yang biasa."
Bima segera bersiap. Beberapa menit kemudian, gurunya pun datang.
"Bima, perkenalkan nama saya Rendra, panggil aja Pak Rendra. Sekarang yuk kita belajar matematika."
Dari jam 7 sampai jam 12, Bima diajar oleh pak Rendra di rumahnya sendiri. Keuntungan homeschooling salah satunya adalah pelajaran yang diajarkan lebih jelas dikarenakan guru hanya perlu menerangkan kepada satu siswa. Kelemahannya, tentu saja Bima tak punya teman. Tak ada teman yang bisa diajak mengobrol.
Selama seminggu, Bima sangat bosan. Ia tak boleh keluar rumah sendirian. Ia harus ditemani ayahnya maupun kakaknya.
"Ayah, aku main dulu ya keluar."
"Eh, jangan nak! Di luar bahaya. Nanti kamu kenapa-kenapa lagi."
"Ayah akhir-akhir ini khawatir banget sih sama aku."
"Iya lah, Bima. Soalnya kan kamu sangat berharga."
"Ooh, pasti karena kekuatanku, kan?"
"Eh, bukan begitu..." ujar ayah sambil berkeringat dingin.
"Terus?"
"Udah ya, kamu mending ngerjain pr dulu yang dikasih pak Rendra. Nanti habis itu kita main game aja ya."
Bima mengerti mengapa ayahnya menjadi sangat perhatian, bahkan kelewat perhatian. Namun tetap saja, dahulu ia sering bermain keluar dengan teman-temannya. Sekarang, bahkan ia tak diperbolehkan keluar rumah.
Bima berencana untuk kabur dari rumah, sekali lagi. Tetapi, sekarang tentunya lebih susah dari sebelumnya. Saat malam, semua pintu dan jendela dikunci, dan kuncinya dipegang sama ayah. Kalau mendobrak pintu atau memecahkan jendela, tentu ayahnya akan tahu. Jika terang-terangan bilang ingin keluar rumah, tentu ayah akan melarangnya. Sepertinya memang sekarang kehidupan Bima akan selalu terkekang seperti ini.
Sehari-hari, Bima sering mengurung di kamar yang telah ia kunci. Ia sudah tak ingin sekolah lagi. Ia hanya keluar dari kamar saat makan. Ayahnya bingung mengapa sekarang Bima seperti ini.
Pada suatu malam, Bima mendengar dari luar bahwa ayahnya sedang ribut dengan kakak.
"Begini ya kak! Ayah enggak mau kekuatan kita hilang!"
"Ayah, ini semua bukan hanya tentang kekuatan! Kita harus memikirkan perasaan si Bima! Bima selalu mengurung diri di kamar itu pasti ada sebabnya, yah!"
"Kalau Bima dibiarkan keluar rumah, nanti Bima diculik orang lagi kayak kemarin gimana, kak? Kita juga harus memikirkan keselamatan semua warga!"
"Ayah cuma peduli terhadap kekuatan! Ayah memang tak pernah memikirkan perasaan anaknya sendiri."
"APA KATAMU?!"
Tiba-tiba ayah tak sengaja menggunakan kekuatan elemen apinya, sehingga membuat rumah terbakar. Kemarahan ayah sudah tak mampu ditahan lagi. Kekuatannya makin membesar.
"Apa yang telah ayah lakukan?! Bima!!!"
"Bima! Keluar nak!"
Api telah sampai ke kamar Bima. Bima panik. Bima segera membuka kunci pintu. Oo oh, kuncinya rusak! Bima berusaha mendobrak pintu, namun pintu tetap tak terbuka. Bima berteriak minta tolong. Ia memutuskan untuk keluar lewat jendela. Bima segera memecahkan jendela, lalu langsung melompat. Bima lupa, kamarnya di lantai 2. Begitu Bima mendarat di beton, Bima langsung tak sadarkan diri. Ayah dan kakak yang melihat Bima terjatuh langsung kaget.
"Bima... Bima!!!"
Ayah dan kakak langsung membawa Bima ke IGD. Untungnya Bima masih terselamatkan. Kata dokter, Bima menderita patah tulang. Ia harus dioperasi.
Setelah dioperasi, Bima ditempatkan di ruang rawat inap. Ayah dan kakak harap-harap cemas dan tak henti-hentinya berdoa supaya Bima selamat.
"Ayah... Kakak... Aku masih hidup ya?"
"Bima... Bima! Akhirnya kamu sadar juga..."
"Tadi, ada kebakaran... Aku terjebak di kamar... Terus..."
"Sudahlah Bima, kamu perlu istirahat."
Selama Bima dirawat, ayah selalu ada di sampingnya. Ayah sadar akan kesalahannya selama ini. Sebelumnya, ayah terlalu cuek dengan Bima bahkan menjadikannya pembantu. Selanjutnya, ayah malah terlalu khawatir kepada Bima. Semua yang ayah lakukan, sama sekali tidak baik untuk Bima.
Semua hal yang berlebihan, memang tidaklah baik.
Sebelum terlambat, ayah berbicara dengan Bima.
"Bima, maafkan ayah ya atas perlakuan ayah selama ini kepada kamu..."
"Iya yah. Maafkan Bima juga ya, yah. Bima belum bisa menjadi anak yang baik buat ayah."
"Enggak, ini salah ayah. Maafkan ayah ya."
"Iya yah, udah aku maafin. Ayah... AYAH!"
Tiba-tiba ayah Bima pingsan. Bima segera menekan bel kamarnya. Beberapa saat kemudian, seorang perawat pun datang ke kamarnya.
"Suster! Ayah saya pingsan! Tolongin ayah saya, sus!"
Perawat segera memberikan pertolongan pertama untuk ayah Bima. Ayah masih tak sadar juga. Perawat lalu mengecek detak jantung ayah. Tak berdetak. Semua makin panik. Segala cara sudah dicoba, namun ayah sudah tak terselamatkan lagi.
"Ayah...... AYAH!"
Bima berteriak sambil menangis, tak percaya ayahnya pergi sekarang. Tiba-tiba, di luar, langit berubah menjadi mendung dan terjadi badai petir di luar.
BERSAMBUNG.
Komentar
Posting Komentar